Fiction: Miss You

9:42 PM

Miss You
by Fietha


Gadis itu terduduk di sebuah kursi, dengan tangan yang berada di bingkai bawah jendelanya, menopang kepalanya yang kini tengah menengadah menatap bulan purnama yang kini tengah bersinar sangat terang. Pikirannya sedikit menerawang, melayang-layang entah kemana, membawa serta lamunannya pergi ke suatu tempat yang sama sekali tak disadarinya. Satu rasa di dalam hatinya begitu membuatnya tertekan, suatu rasa yang membuatnya sedikit berimajinasi, seakan melihat sesosok pemuda di bulan yang tengah bersinar terang tersebut.

Rindu. Gadis tersebut sungguh merindukan sosok pemuda yang kini ada dalam bayangannya, selalu dalam pikirannya, menyertainya dalam lamunannya. Berapa lama ia tak berjumpa dengan pemuda tersebut? Satu hari? Dua hari? Satu minggu? Satu bulan? Rasanya sudah lebih dari yang disebutkan tersebut. Satu tahun? Mungkin bisa dikatakan seperti itu. Begitu lama bukan?

Kini, kepalanya yang sejak tadi menengadah, ditopang oleh kedua lengannya, memilih tertunduk, menatap hampa tanpa tujuan sesuatu di bawahnya. Matanya yang tadi terbuka kini tengah terpejam, perlahan titik demi titik air matapun mulai turun membasahi wajah cantiknya. Rasa sakit di dadanya kian menekannya, membuatnya lantas mencengkram dadanya sendiri, menganggap dengan melakukan hal tersebut, rasa tersebut akan sedikit menghilang. Tidak, gadis tersebut sama sekali tidak menderita sakit fisik. Mungkin ia hanya menderita suatu sakit psikis yang berkepanjangan—penyakit rindu yang teramat sangat dalam.

Ia pun kemudian memeluk dirinya sendiri, seakan perlahan mengingatkannya akan kerinduannya merasakan pelukan pemuda tersebut. Rindu merasakan belaian, ciumannya, suaranya lembutnya, dan juga wajah tampannya. Kenapa ia harus berada begitu jauh darinya? Kenapa ia harus pergi dan sulit untuk datang kembali? Kenapa ia kala itu begitu rela melepaskannya pergi untuk waktu yang begitu lama, membiarkannya kini hidup dalam kesendirian?

Tidak, gadis itu bukan melakukannya tanpa alasan. Demi yang begitu dicita-citakan oleh pemuda tersebut, ia rela melepaskannya sementara, merantau ke tempat yang sangat jauh. Demi yang diimpikan oleh pemuda tersebut, ia rela menahan segala rasa kerinduannya, menahan semua keinginannya untuk bertemu dengan pemuda tersebut. Yang bisa ia lakukan saat ini hanyalah menunggu. Menunggu sampai pemuda tersebut meraih semua yang dicita-citakan, lantas kembali padanya, memeluknya, menciumnya, menatapnya, demi melepaskan semua rasa rindu yang selama ini begitu tebal menempel pada dirinya.

Ya, menunggu. Intinya, ia hanya harus sedikit lebih bersabar. Ia yakin, dengan kesabarannya, ia pasti akan memperoleh timbal balik yang lebih dari yang diharapkannya. Ini semua hanya masalah waktu bukan? Waktu pasti akan cepat berlalu. Pasti. Dan ia yakin, penantiannya tidak akan sia-sia.


END




Ini hanyalah suatu kisah kecil yang dibuat sang author secara tidak sengaja, terinspirasi dari perasaan sang author yang kini merasa sedikit 'rindu' pada sosok salah satu idolanya. Malas membuat nama siapa sang gadis dan siapa sang pemuda, terserah bagi pembaca ingin membayangkan siapa saja itu—yang jelas ada baiknya tidak usah membayangkan kalau itu kisah antara sang author dengan idola yang dirindukannya—TOLONG JANGAN!

Pendek, sangat pendek. Berhubung sang author saat ini mengalami suatu ketidakmampuan untuk menemukan suatu ide cerita yang bagus. Kenyataannya, ini hanya suatu keisengan belaka yang dibuat sang author hanya karena ia sedang ingin menulis. Hahaha.

You Might Also Like

0 comments